profile-image

Bumi

ibu satu putra hobi baca, punya banyak ide* cerita tapi susah di aplikasiin ke tulisan jdi liar aja cuma dipikiran
0
Cerita
0
Joy
 

Fan board

Nisa Nurhalimah💜
Salam kenal kak. Jika berkenan, mampir yu ke cerita ku. * LUKA HATI ISTRI (tamat-gratis) * MISTERI RUMAH BERLANTAI (tamat-gratis) * JANDA SEBELAH * kamu SELINGKUH aku BERTINGKAH Terimakasih🤗
2
Author Mi
Salam kenal, Kak. Jika berkenan baca ceritaku juga, ya, yang berjudul "FOTO MESRA SUAMIKU DI STATUS WA SAHABATKU* TERIMA KASIH.
1
𓆩〄〬𓆪 𝐈𝐧𝐚 𝐌𝐡𝐮𝐞𝐡𝐞🔑
Holla Kak, salam kenal. Aku Ina, jika berkenan, mampir yuk ke ceritaku... judulnya "Rock Sugar" Terima kasih... 😊🙏🙏🙏
1
Reffi Ninang Aryani
PETAKA SATU ATAP PART 1 NODA DI ATAS SPREI Pov. Sofia "Aku nggak mau nyuci, Mas! Sana suruh adikmu itu nyuci! Bisa muntah aku disuruh nyuci sprei bekas adikmu yang begituan sama istrinya! Harusnya mereka tahu diri, dong! Ini kamar, kamar siapa?! Tidak sopan! Sudah berapa kali saja mereka seperti itu!" gerutuku kepada suamiku. Suamiku tengah duduk santai dengan kaki jegang di atas kursi rotan yang sudah mulai lepas rotannya.  Sesekali ia hisap batang rok*k lintingan yang hampir habis itu. Ia kepulkan asapnya dengan mengerucutkan bibirnya yang tertutup kumis tipis setengahnya. Terlihat santai sekali, seolah tidak ada beban. Ya, satu tahun ini ekonomi kami berubah menjadi sangat bobrok. Suamiku yang tadinya seorang wirausahawan, kini harus menelan pahitnya kenyataan. Setelah penipuan itu, Mas Guntur-suamiku harus gulung tikar. Usahanya tak berbekas. Itulah mengapa, kini lidahnya bisa bersahabat dengan rok*k lintingan yang jelas rasanya sangat tidak nikmat dari rokok bermerk lainnya. Aku yang semula seorang guru honorer dengan lulusan sarjana pendidikan, harus merelekan profesi itu karena gaji yang sangat kecil. Aku memilih untuk resign dan buruh pabrik yang gajinya jelas lebih banyak. Gaji yang bisa kami gunakan untuk membeli beras, bedakku, juga rok*k lintingannya. Siang ini, aku mendapati tempat tidurku sudah berserakan. Siapa juga yang tidak naik pitam. Ketika kita pulang kerja, kita mendapati kamar kita sudah acak adul seperti kamar bekas tempat untuk adu gulat. Sprei penutup kasur pun ada noda begituan. Rasanya aku ingin membanting semua benda yang ada di kamar ini. Aroma bekas begituan juga menusuk hidungku dengan kuat. Aroma yang membuatku nyaris memuntahkan isi perutku. "Kamu harusnya ngerti dong! Si Seno kan baru saja menikah. Mereka adalah pengantin baru. Wajar lah jika mereka begituan sewaktu-waktu. Mereka juga butuh tempat yang nyaman juga untuk meluapkan hasrat cinta mereka berdua! Masak ia mereka harus begituan di ruang tengah yang dilalui banyak orang di rumah ini. Ngaco kamu, Sof!" tandas Mas Guntur yang lagi-lagi dan selalu membela adiknya, Seno. Emosiku kian meledak saja mendengar jawaban Mas Guntur. Aku harus banting tulang kerja di pabrik kayu lapis. Gaji tiap bulan, selalu kusisakan untuk menabung. Aku ingin sekali memiliki rumah agar bisa tinggal berdua saja dengan suamiku, tanpa gangguan semua anggota keluarga suamiku. Ya, satu rumah kecil harus dihuni lima KK. Jumlah anggota keluarga dalam satu rumah ini juga tidak sedikit. Mereka berjumlah empat belas orang.  Rumah ini diisi oleh Bapak dan Ibu mertuaku. Keluarga kakak ipar atau abang dari suamiku ada lima orang. keluarga Mbak iparku ada tiga orang, dan keluarga adik ipar atau adik lelaki suamiku berjumlah dua orang. Ya, dia adalah Seno dan istrinya. Yang selalu menggunakan kamarku untuk bercengkrama meluapkan hasrat cinta mereka berdua. Dan yang paling membuatku marah, mereka tinggalkan begitu saja bekas-bekas cumbuan mereka. "Aku nggak mau nyuci sprei itu ya, Mas!" tandasku kembali seraya kulempar sepatuku ke arah rak besi yang mulai roboh karena banyaknya barang yang tertumpuk di sana. "Kamu yang lebih tua harusnya mengalah, dong!" Kini Mas Guntur mencecak batang rok*knya yang sudah habis karena dimakan oleh api.  Ia beringsut pergi meninggalkanku seraya melepas kaos oblongnya. Aku yakin sekali Mas Guntur tengah kepanasan. Satu rumah mungil dihuni empat belas orang dan tanpa kipas angin pula. ***** "Ayah mau kamu menikah dengan Aizam. Dia lelaki yang baik. Dia ahli agama. Dia seorang guru agama. Sudah ASN pula. Ia juga punya usaha konter dimana-mana. Kurang apa lagi? Wajahnya juga tak kalah tampan dengan Guntur!" tekan ayahku di meja makan pagi ini. Ibuku hanya berdiam, tak bergeming. Beliau lebih memilih untuk fokus ke makanannya di atas piring dan sendok yang dipegangnya. Ibu memang cenderung memahami keinginanku. Aku sangat mencintai Mas Guntur. Aku merasa hidupku lebih berwarna ketika aku dekat dengannya.  Aku mengakui jika Mas Aizam bisa dikatakan nyaris sempurna sebagai seorang lelaki. Namun, ketika benih cinta itu tidak ada untuknya, mau gimana lagi? "Maaf, Yah, Sofia tidak cinta sama Mas Aizam. Sofia lebih cinta sama Mas Guntur," lirihku terbata seraya kugigit bibir bawahku. Rasa takut dan dag dig dug langsung menyerang diriku. Aku takut jika ayah naik pitam kepadaku. Sesekali kulirik ibuku, memberi tanda kepada Beliau untuk membelaku. "Ehem, Yah… sekarang sudah bukan jamannya lagi ada anak kok dijodohkan. Terus, kalau Sofia tidak cinta sama Aizam, kasihan dia. Seumur hidup harus tertekan karena ia hidup dengan orang yang tidak ia cintai. Bapak nggak kasihan?" bela Ibu untukku dengan nada halusnya. Ibuku memang sosok perempuan halus dan sangat lembut. Seolah tak ada perkataan Ibu yang tidak dituruti oleh ayahku. Selang berapa bulan, pernikahanku dengan Mas Guntur pun dilaksanakan. Kala itu, tiga tahun yang lalu. ***** Dua tahun lamanya aku masih bisa menikmati hasil usaha Mas Guntur sebelum ia benar-benar bangkrut seperti sekarang ini. Semua rumah, tanah, mobil, dan semua perhiasanku ludes terjual untuk menutup hutang Mas Guntur karena penipuan itu. Satu tahun yang benar-benar menguras tenaga dan emosiku. Betapa tidak, semenjak gulung tikar, Mas Guntur seperti orang terpuruk dan sama sekali tak mau menjajal untuk mencari lowongan pekerjaan. Kini, kami harus hidup dalam satu rumah kecil dengan enam ruangan saja. Satu ruang tamu, dapur yang menjadi satu dengan kamar mandi, satu ruang makan yang kami ganti dengan tikar dan dialihfungsikan sebagai tempat tidur untuk Seno ketika Seno masih perjaka, dan tiga ruang kamar tidur.  Satu kamar tidur untuk mertuaku, satu kamar untuk keluarga abang ipar, satu kamar untuk keluarga mbak ipar, satu lagi ada tambahan ruang kamar untukku dan Mas Guntur yang kubangun dengan uangku sendiri. Sebelum mempunyai kamar sendiri, kami tidur jadi satu di lantai ruang makan, dengan Seno. Bayangkan saja jika hasrat itu muncul, kami harus menahan hasrat itu sebelum benar-benar ada kesempatan untuk melakukannya. Aku harus mengalah tidur di sana karena hanya kami yang sudah menikah, tetapi belum mempunyai anak. "Ada apa, Sof? Berisik benar?! Pulang kerja harusnya layani suami, bukannya malah bertengkar!" pojok Ibu mertuaku yang mempunyai karakter cerewet.  Watak Ibu yang seperti itu, selalu menambah suasana di rumah ini kian gaduh saja. "Tanya saja sama anak kesayangan Ibu. Mengapa istrinya marah-marah setelah pulang kerja!" cetusku seraya meraih handuk biru koyak yang kusematkan di atas paku belakang pintu kamar mandi. Dari dalam kamar mandi, aku mendengar suara Ibu yang mencercaku. Namun, tak jelas kudengar isi cercaan itu. Aku sengaja mengguyur tubuhku secepat mungkin agar tak mendengar cercaan Beliau yang membuat kepalaku mau meledak saja. Tok tok tok "Tantee…. Tante…. Adik mau pup Tanteee…." rengek salah satu keponakanku dari luar pintu kamar mandi. "Ya, Tuhaaann… adaaaa saja!!!" lirihku. Aku yang tengah jongkok di atas closet pun dengan terpaksa harus menyelesaikan hajatku. Sekalipun perutku masih melilit sekali rasanya. Grekkk Suara pintu kamar mandi kayu yang kubuka dengan keras. Pintu usang itu nyaris lepas dari eselnya karena tangan kasarku. "Tuh, Mas! Keponakanmu!" gerutuku di ruang tamu.  Kulihat Mas Guntur tengah telanjang dada dan kembali menghisap batang rok*knya. "Ada apa lagiiiii?" jawab Mas Guntur dengan nada yang menekan.  "Itu keponakanmu. Aku belum selesai buang hajat, keponakanmu maksa masuk saja! Kamu kerja dong. Biar hidupku lebih nyaman. Kalau kamu terus-terusan seperti ini, aku juga cuma kerja buruh pabrik gini, hidup kita bakal seperti ini terus! Aku nggak betah!" tandasku. Kurebut batang rokoknya dan kucecak di atas asbak yang terletak di meja depan ia duduk.  "Kamu itu ya Sof. Bisa-bisanya nggak sopan bilang seperti itu sama suamimu. Merintah-merintah suamimu. Harusnya kamu mikir, ijazah sarjanamu itu mau buat apa?! Mau buat makanan rayap di almari?!" ketus Ibu mertuaku yang menyambung obrolanku dari arah belakang. -BERSAMBUNG- Assalamuallaikum wr wb Mohon maaf kakak, jika berkenan, sila mampir ke akun saya untuk membaca beberapa cerbung saya. Cerita yang masih fresh baru saja diketik. Jangan lupa kakak follow akun dan follow cerbung saya. Semoga kakak dilancarkan rejekinya. Aamiin. Terima kasih, Kak. Wassalamuallaikum wr wb 🥰🙏 🥰🙏
1
Vithree Rosea
Boleh mampir di sini, Kak. Maaf, Izin promosi ya. Semoga sehat selalu. Judul : REBUT AKU DARI SUAMIKU, SAYANG!
1
Enik Yuliati
Simpanan Kesayangan Part 1. Berita perselingkuhan suami. Pov. Shellyn Pelan-pelan, kurasakan tangannya yang kokoh mulai bergerilya menjamah wajahku. Tatapan matanya yang penuh cinta, kian membuatku terlena. Seolah sedang menelisik wajahku, seolah dia sedang menilai sejauh mana kecantikanku. Kuberikan segenap cinta dan kasihku. Ku pasarahkan hatiku, ku pasrahkan jiwa dan ragaku. Aku pun begitu menikmati semua cinta yang dia berikan. Menikmati semua kasih sayang yang dia persembahkan. Kunikmati waktu demi waktu yang bergulir dengan begitu syahdu, hanya bersamamu. Ku tumpahkan rasa rindu yang demikian membuncah, menyesakkan dada. Bersamamu, kekasih halalku. **** Di sinilah, aku bersamanya. Di sebuah hotel bintang lima, di lantai tiga. Hujan deras di akhir pekan, membuat kami tidak menyia-nyiakan kesempatan yang sangat mewah ini, untuk saling menikmati, saling melepas kerinduan yang yang hampir tidak dapat terbendung lagi. Di tempat seperti inilah, kami biasa mencuri waktu, di tengah kesibukannya sebagai seorang aktor yang sedang naik daun. "Sayang, maaf, nanti malam aku harus pergi lagi," ucapnya. Aku yang masih berselimut di tempat tidur, hanya bisa memandangnya dengan gamang. Ada rasa kecewa yang menyeruak di dalam dada. Selalu seperti itu. Dia akan pergi meninggalkan aku, setelah semuanya selesai. Setelah dia menuntaskan hal yang disebutnya dengan nafkah batin. "Simpanan kesayanganku, kenapa cemberut ?" godanya. Aku hanya diam, tidak menanggapinya. "Kamu jangan khawatir, dini hari nanti, aku bakalan pulang ke sini. Aku akan tidur di sini, memelukmu sampai pagi. Kita akan bersenang-senang," janjinya. Dia pun berjalan mendekatiku. Kulihat perutnya yang kotak-kotak, seperti roti sobek, yang terlilit handuk di bawahnya. Kulihat rambutnya yang basah. Bahkan di dadanya masih menetes air dari rambutnya, yang menambah kadar pesonanya. Jangan bayangkan, saat keringat dari tubuhnya bercucuran, saat bersamaku tadi. Siapa pun akan berteriak girang dan histeris, jika melihatnya. Dia selalu tampak maskulin, selalu tampak seksi di mataku. Bukan hanya di mataku, namun di mata jutaan para penggemarnya, yang tengah menggandrunginya. **** Siapa yang bisa menyangkal pesona seorang Zayn Abdul Malik. Bintang muda yang tengah naik daun. Yang sedang menjadi idola bagi para remaja, hingga ibu rumah tangga. Dari Sumatera hingga Papua, semua pasti mengenalnya. Bahkan hanya dengan mendengar namanya, mereka akan berteriak dengan histeris. Wajahnya yang tampan rupawan, seolah terpahat dengan begitu sempurna. Di tambah lagi dengan jam terbang yang sangat tinggi, di layar lebar maupun di layar kaca. Membuat dia begitu digilai oleh kaum hawa. Pesonanya, mampu meluluh lantakkan hati semua wanita. **** Serasa seperti mimpi, saat Ayah dan ibunya datang, untuk melamarku. Sebuah anugerah yang sangat luar biasa, saat dia ingin menghalalkan aku. Meskipun harus melewati jalan yang demikian berliku, demi untuk sebuah pernikahan resmi, yang dirahasiakan dari publik. Aku yang sedang merintis karir sebagai seorang model, harus merelakan mimpiku, demi menikah dengan pujaan hatiku. Aku yang dulunya selalu berpakaian modis, dengan gaya stylish, sekarang sudah berhijrah, mengikuti adab keluarga suamiku. Kututup seluruh auratku dengan kerudung lebar, yang menjulur hingga menutupi dada. Akulah, istri sah, yang disembunyikan. Namun dia sering menyebutku dengan simpanan kesayangan. Saat dia hanya berdua denganku, dia akan menjadi seorang suami yang sangat penyayang. Suami yang sangat romantis. Kata-katanya terdengar begitu manis. Namun saat kami ada di ruang publik, dia akan menjadi pribadi yang berbeda, seolah di antara kami tidak ada ikatan apa-apa. Seolah kami adalah orang lain, yang tidak saling mengenal. Jangan tanyakan, bagaimana perasaanku. Memiliki suami dengan predikat aktor, namun aku tidak bisa memamerkannya. Tidak bisa untuk sekedar menemuinya, saat hatiku tengah dirundung rindu. Bahkan untuk sekedar memasang fotonya di media sosialku, aku harus berfikir ribuan kali. Aku hanya bisa memamerkan punggungnya, untuk sekedar kuunggah di dunia maya. Tidak, dengan wajahnya. Aku hanya bisa memamerkan tangan kami yang saling menggenggam. Aku hanya bisa memamerkan sepatu kami yang saling berjejeran. Aku seperti tidak punya hak, atas suamiku sendiri. Kadang, dalam heningnya malam, saat dia sibuk, tidak bisa pulang, aku menangisi pernikahan ini. Pernikahan yang tidak seperti pada umumnya. Pernikahan yang disimpan demikian rapat, demi karir suamiku. **** "Sayang, bangun, dong, mandi. Apa mau aku yang mandiin?" Suamiku berjalan mendekatiku. Tiba-tiba saja, dia sudah menyibak selimut tebal, yang menutupi tubuhku. Dia mengangkat tubuhku begitu saja, dan memasukkan aku ke kamar mandi. Aku hanya bisa menurut, saat dia mulai membasahi tubuhku dengan air yang mengalir. Aku hanya pasrah, ketika dia mulai menggerakkan tangannya, untuk menggosok hingga ke kakiku, dengan sabun. "Sayang, pejamkan mata kamu," perintahnya. Dia pun mulai menuangkan shampo ke atas rambutku. Telapak tangannya yang besar, mulai mengacak rambutku dengan lembut. "Aduh, istri kesayanganku lagi ngambek, sampai gak mau mandi sendiri," gumamnya, sambil tersenyum. Setelah itu, dia mulai mengguyurkan tubuhku di bawah shower. Perlakuannya sangat manis, bahkan teramat manis. Hanya satu yang tidak bisa dia berikan. Yaitu mengakui di depan publik, bahwa dia sudah menikahi aku. Dan aku pun tidak bisa menuntut untuk hal itu, karena memang sebelumnya hal itu sudah dibicarakan dengan semua anggota keluarga, dan kami semua sudah saling sepakat. Apalagi, Mas Malik masih belum menyelesaikan sebuah kontrak kerja, yang masih kurang satu tahun. Dalam kontrak itu, ada poin yang menyatakan, tidak boleh menikah, sebelum kontrak selesai. Pernikahan yang seharusnya membahagiakan, penuh dengan ucapan selamat pun, harus berjalan dengan sembunyi-sembunyi. Entah bagaimana, orangnya Mas Malik mengurus semuanya. Yang jelas, pernikahan kami adalah pernikahan resmi yang tercatat oleh negara, dan kami pun memegang surat nikah. **** "Sayang, habis Maghrib nanti aku ajak kamu naik ke lantai paling atas. Kita melihat lampu-lampu, yang sangat indah. Sebisa mungkin, aku akan meluangkan waktuku untuk menemanimu, jika aku sedang tidak bekerja," kata Mas Malik, sambil mengeringkan rambutku dengan hair dryer. Aku pun mengangguk, tersenyum ke arahnya. Dia selalu berhasil mengembalikan mood ku yang sudah berantakan. **** Benar saja, setelah shalat magrib, Mas Malik segera memakai masker dan topi. Dia menggandeng tanganku, memasuki lift, menuju lantai paling atas. Setelah itu kami berlari menaiki tangga, menuju atap hotel. Setelah menikah, aku jadi mempunyai kebiasaan baru. Yaitu lari-lari. Saat berjalan, suamiku akan setengah berlari. Mungkin karena kebiasaannya menghindari wartawan. Tampaklah pemandangan yang sangat menakjubkan. Indahnya metropolitan, terlihat dari gedung pencakar langit yang menjulang tinggi. Aku takjub dan berdecak kagum. "Mas, kamu kok tahu tempat ini, dari mana?" Kusandarkan kepalaku, ke dadanya yang bidang. "Aku pernah syuting di sini," jawabnya. Dia memeluk tubuhku, sambil mencium pucuk kepalaku. "Lawan mainnya, siapa?" Aku bertanya karena penasaran. "Lupa, sudah dulu sekali. Dulu, sebelum aku nikah sama kamu. Namun nama kamu sudah ada di sini, waktu itu." Kata suamiku, sambil menarik tanganku, dan menempelkan di dadanya. Dia menatap wajahku dengan sangat dalam. "Bahkan waktu itu aku sudah berharap, semoga suatu hari nanti, aku bisa menghalalkanmu, dan mengajakmu ke sini. Dan sekarang, semua bisa terwujud, meskipun aku harus sambil bekerja," terangnya. Mendengar kata-katanya, seketika aku merasa bahagia, seolah ada kupu-kupu yang berterbangan di hatiku. Aku memeluknya, lebih erat lagi. Ya, suamiku memang sudah berkali-kali bercerita, bahwa dia sudah jatuh cinta pada pandangan pertama, ketika melihatku waktu itu, lima tahunan yang lalu. Katanya. Seandainya saja, mereka semua tahu. Bahwa Zein Abdul Malik, sudah menjadi suamiku. "Mas, aku pingin sesuatu, boleh enggak?" tanyaku manja. Aku pun melepas masker itu dari wajahnya. Dia pun mencubit hidungku, dengan sayang. Dalam keadaan remang-remang, aku bisa melihat wajahnya yang sangat tampan. "Apa, katakan saja. Aku sudah mentransfer uang, ke rekeningmu, besok kamu bisa bersenang-senang, bersama para sepupumu," Menyebalkan. Bahkan di saat seperti ini, dia justru membahas soal uang. "Aku ingin, kamu teriak di sini, bahwa kamu sudah menikahi aku," pintaku. "Ok, siapa takut?" "Hai, dunia. Aku, Zein Abdul Malik, sudah menikahi Shellyn. Perempuan yang paling cantik, di dunia. Aku mencintainya, aku tergila-gila kepadanya !" teriaknya sangat kencang, namun sayang, tidak akan mungkin terdengar sampai ke bawah sana. "Sudah, puas kamu, Sayang? Kamu jangan khawatir, suatu saat nanti aku akan mengakuimu sebagai istriku, kepada semuanya. Maaf, untuk saat ini, aku belum bisa." Dia pun menggenggam tanganku, seolah bisa membaca kemelut di hatiku. Kemudian memakai kembali masker untuk menutupi wajahnya. "Turun, yuk ? Sebentar lagi aku harus pergi ke lokasi syuting," Dia menarik tanganku, mengajakku berjalan cepat dengan setengah berlari, hingga sampai di kamar yang kami tempati. Kami tidur terlentang di ranjang, sambil mengatur nafas kami yang tersengal. "Kamu itu adalah yang paling istimewa, di hatiku. Pernikahan ini bukan mainan, hanya saja belum bisa mengabarkan kepada semua. Nanti, jika waktunya tiba. Pasti aku akan memperkenalkan kamu, sebagai istriku. Bukan lagi sebagai simpanan kesayanganku. Kamu harus lebih bersabar lagi," Dia berbicara dengan kalimat yang terputus-putus, karena nafasnya masih tidak beraturan. Aku hanya diam, tidak hendak menjawabnya. Aku takut akan keliru dalam berucap, hingga membebani pikirannya. "Sayang, jaga diri baik-baik. Kamu jangan nakal. Inshaallah aku langsung pulang, jika pekerjaanku selesai. Kamu jangan khawatir. Aku sudah punya benteng yang kokoh, sejak kecil. Aku tidak mungkin, melakukan hal yang tidak-tidak, di luar sana. Apalagi sekarang sudah ada kamu, istri kesayangan aku. Menantu ibuku, yang paling cantik. Yang penting, kita harus saling percaya. Tanamkan kepercayaan itu, yang sedalam-dalamnya. Jangan mudah terhasut, jangan pernah dengarkan berita sampah. Ok ?" Dia menciumku dengan sangat lembut, dan dalam. Sebelum akhirnya dia keluar dari kamar hotel meninggalkanku. Aku yang merasa jenuh, ditinggal sendirian, kemudian mencoba menyapa para followerku. Ya, aku juga adalah seorang selebgram, dengan followers jutaan. Setelah merasa bosan dengan ponselku, aku pun mencoba untuk menonton TV. Semua channel hanya berisi acara yang membosankan. Aku yang sedang sibuk mengganti channel TV, tiba-tiba dikejutkan dengan sebuah berita. "Seorang aktor kenamaan tanah air, Zein Abdul Malik, diisukan sedang dekat dengan lawan mainnya. Mereka diisukan terlibat cinta lokasi." Kulihat pembawa acara di tv itu mulutnya terus komat kamit, menganga dan mengatup. Dia terus saja menyebut nama suamiku, dan nama lawan mainnya dalam sinetron yang sedang dibintanginya. Kemudian diiringi dengan beberapa video dan foto-foto yang menampilkannya kebersamaan suamiku, bersama perempuan itu. Cerbung ini sudah ending di akun joylada saya. Yuk, baca 😍
1